Sabtu, 14 September 2013

CERITA UNTUK POLISI

Kata saya, tentang polisi Penganyom masyarakat , bekerja tanpa keluh kesah Orang-orang yang mampu berdiri tegap walau kadang benar Disalahkan . liar, brutal, bringas, dan lain sebagainya yang mungkin tak anda sangka sifat maupun tindakan orang-orang diluar sana yang mungkin akan sesekali membuat anda berfikir betapa butuhnya anda pada sosok yang berdiri tegak menantang digaris depan . adalah dia yang bekerja sepenuh hati, memikul tugas dan kewajiban dipundaknya . POLISI. kadang anda berfikir dan bertanya-tanya dalam hati . siapakah yang sudah dapat rasa aman darinya? Apa yang sudah dia lakukan buat kita? Mengapa tak coba ambil tindakan yang nyata demi rasa aman dan nyaman buat kita? Berapa yang sudah negara bayar untuk mereka? Kapan mereka dapat diandalkan sepenuhnya? Bagaimana masyarakat bisa aman kalau hanya untuk keluar ke jalan rayapun mereka takut, takut berurusan dipersidangan ataupun takut mengeluarkan rupiah sebagai tanda damai? Inikah yang anda fikirkan? Atau mungkin yang anda tanyakan tapi tak sempat anda sampaikan ? Terkadang orang yang anda yakini bahwa anda tak akan bisa hidup tanpanya adalah orang yang akhirnya anda sadari hidup tanpanya akan membuat anda lebih baik tanpanya. Namun mengapa tak coba berfikir sebaliknya? Orang yang menurut anda lebih baik hidup tanpanya ternyata sekaranga anda tak akan bisa hidup tanpanya. Itulah yang menurut saya yang dirasakan oleh para polisi, banyak orang yang memandang sebelah mata. Ya! Jadi polisi itu memang tidak mudah dari beberapa buku yang pernah saya baca dikatakan bahwa selain melayani dan melindungi para masyarakatnya polisi juga berwenang dan bertanggung jawab atas segala masalah dan kasus yang terjadi dilapisan masyarakat . dan harus bisa menerima dan menanggapi dengan lapang dada atas berbagai kritikan, saran, maupun aduan atas ketidakpuasan terhadap tindakan –tindakan petugas kepolisian . pada buku “memahami dengan hati” terbitan tahun 2006 yang dibuat oleh Drs. Djoko Susilo. SH. Msi banyak sekali memuat kritikan, saran maupun aduan dari para masyarakat yang disampaikan melalui media masa. Ada juga kenangan serta pengalaman polisi dalam bertugas. Buku ini mengupas tuntas tentang apa-apa saja yang dirasakan oleh para polisi, serta yang dirasakan masyarakat kepada polisi. Saya menganggap buku ini adalah salah satu upaya dalam mengenalkan lebih dalam lagi kepada para masyrakat agar melihat serta memahami polisi dengan mata hati . agar pencitraan polisi dimata masyarakat bernilai positif. Buku ini merupakan buku yang disusun sebagai kado ulang tahun Polda Metro Jaya Raya ke-61 . dalam buku ini dikatakan “ menjadi polisi sudah menjadi panggilan hidup. Tak semua senang memang, tak semua bangga ya itulah yang nyata. Banyak kritik, banyak banyak cela, banyak hal yang tak lagi dapat dipahami. Hidup enak sedikit hanya akan dicurigai, melarat tak punya apa-apa akan disalah-salahkan, dibodoh-bodohkan mengapa tak ambil kesempatan. Hidup sederhana dianggap pura-pura miskin, hidup mewah dikira foya-foya tak tahu penderitaan melanda bangsa kita, mau rajin dikira cari muka , berbuat banyak dianggap banyak proyek dan cari untung . tak berbuat banyak dianggap benalu dan pasti dihujat. Masih banyak suka duka menjadi polisi . orang-orang bersenang-senang liburan polisi berjaga-jaga. Orang-orang tidur nyenyak polisi berpatroli “ itu adalah kutipan buku yang pernah saya baca , mungkinkah hati anda akan terketuk setelah membacanya? Setelah saya membacanya hati saya langsung terketuk, dan fikiran saya pun sekarang sudah terbuka. Sekarang saya coba berikan sepenggal kutipan lagi dari buku ini “ dijalan ada berbagai institusi yang menangani seperti pemda, dishub, PU, polisi dan sebagainya. Yang menjadi sasaran bila ada masalah dijalan pasti polisi. Mereka tak mau tau...... yang penting mana polisinya......... bagaimana layanannya......... umpatan demi umpatan , hujatan demi hujatan terus saja muncul. Ya nasib memang menjadi polisi baik tak mungkin dipuji, jelek dicela sudah pasti. Aku ingat falsafah sendal,sepatu dan tempat sampah. Semahal apapun harga sendal atau sepatu tempatnya ya dikaki dan diinjak tak mungkin dipakai atau ditaruh diatas kepala . namun coba kalau tak ada sendal atau sepatu kaki kita bisa kotor mungkin juga luka . demikian juga tempat sampah, bisa dibayangkan hidup tanpa tempat sampah apa jadinya. Biarlah dicaci, dimaki ya itulah polisi. Mereka membenci tapi sebenarnya juga rindu dan butuh polisi. Tak ada negara yang tanpa polisi........ “ sudah sadarkah anda sekarang betapa pentignya polisi? Sekarang bila anda tak pernah berfikir positif atas apa yang ada lihat maka anda tak akan pernah menjalani hidup ini dengan positif . maka mulai sekaranglah lakukan yang sudah seharusnya anda lakukan dengan benar dan tanpa berfikir negatif, maka hasil yang akan anda terima adalah hal yang positif dan bermanfaat bagi diri anda. Patuhilah peraturan-peraturan yang ada didaerah anda . peraturan dibuat untuk ditaati dan dipatuhi, bukan untuk dilanggar. Sudah seharusnyalah anda berbuat demikian , begitu pula bila anda pergi ke jalan raya sudah pasti ada peraturan-peraturan maupun rambu-rambu lalu lintas yang tujuannya adalah untuk keamanan, kenyamanan dan keselamatan anda berkendara. Apalah arti Rp.30.000 bila anda dimintai polisi atas kesalahan anda bila anda sendiri tidak pernah berfikir bahwa bertindak benar dan jujur lebih mahal harganya ketimbang uang Rp.30.000 . sekian dari saya semoga bermanfaat.

Senin, 12 Agustus 2013

pasang iklan

pasang iklan di blog ini cuman 10.000/bulan. cukup kirim gambar dan ikuti langkah-langkahnya

Rabu, 22 Mei 2013

den 88

Detasemen Khusus 88 (Anti Teror) Langsung ke: navigasi, cari Detasemen Khusus 88 Detasemen 88 Polri. Dibentuk 26 Agustus 2004 - kini Negara Indonesia Cabang Kepolisian Negara Republik Indonesia Tipe Pasukan Operasi Khusus Spesialis Anti-teror domestik dan penegakan hukum di Indonesia Kekuatan diperkirakan 400 personel Mabes Megamendung, Jakarta Warna Merah Operasi Silakan lihat Operasi yang diketahui Komando Kolonel Resimen Brigjend. Pol Brigjend. Pol AKBP Brigjend. Pol Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 adalah satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan teroris di Indonesia. Pasukan khusus berompi merah ini dilatih khusus untuk menangani segala ancaman teror, termasuk teror bom. Beberapa anggota juga merupakan anggota tim Gegana. Detasemen 88 dirancang sebagai unit antiteroris yang memiliki kemampuan mengatasi gangguan teroris mulai dari ancaman bom hingga penyanderaan. Densus 88 di pusat (Mabes Polri) berkekuatan diperkirakan 400 personel ini terdiri dari ahli investigasi, ahli bahan peledak (penjinak bom), dan unit pemukul yang di dalamnya terdapat ahli penembak jitu. Selain itu masing-masing kepolisian daerah juga memiliki unit antiteror yang disebut Densus 88, beranggotakan 45-75 orang, namun dengan fasilitas dan kemampuan yang lebih terbatas. Fungsi Densus 88 Polda adalah memeriksa laporan aktivitas teror di daerah. Melakukan penangkapan kepada personel atau seseorang atau sekelompok orang yang dipastikan merupakan anggota jaringan teroris yang dapat membahayakan keutuhan dan keamanan negara R.I. Densus 88 adalah salah satu dari unit antiteror di Indonesia, di samping Detasemen C Gegana Brimob, Detasemen Penanggulangan Teror (Dengultor) TNI AD alias Grup 5 Anti Teror, Detasemen 81 Kopasus TNI AD (Kopasus sendiri sebagai pasukan khusus juga memiliki kemampuan antiteror), Detasemen Jalamangkara (Denjaka) Korps Marinir TNI AL, Detasemen Bravo (Denbravo) TNI AU, dan satuan antiteror BIN. Daftar isi 1 Pembentukan 2 Persenjataan 3 Operasi yang diketahui 4 Keanggotaan yang Mirip 5 Lihat pula 6 Referensi 7 Pranala luar Pembentukan Detasemen 88 - Latihan Penyergapan Satuan ini diresmikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani pada tanggal 26 Agustus 2004. Detasemen 88 yang awalnya beranggotakan 75 orang ini dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Tito Karnavian yang pernah mendapat pelatihan di beberapa negara.[1]. Tahun 2011 jumlah personil Densus 88 adalah 337 orang [2] Densus 88 dibentuk dengan Skep Kapolri No. 30/VI/2003 tertanggal 20 Juni 2003, untuk melaksanakan Undang-undang No. 15 Tahun 2003 tentang penetapan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan kewenangan melakukan penangkapan dengan bukti awal yang dapat berasal dari laporan intelijen manapun, selama 7 x 24 jam (sesuai pasal 26 & 28). Undang-undang tersebut populer di dunia sebagai "Anti-Terrorism Act".[3] Angka 88 berasal dari kata ATA (Anti-Terrorism Act), yang jika dilafalkan dalam bahasa Inggris berbunyi Ei Ti Ekt. Pelafalan ini kedengaran seperti Eighty Eight (88). Jadi arti angka 88 bukan seperti yang selama ini beredar bahwa 88 adalah representasi dari jumlah korban bom bali terbanyak (88 orang dari Australia), juga bukan pula representasi dari borgol.[rujukan?] Pasukan khusus ini dibiayai oleh pemerintah Amerika Serikat melalui bagian Jasa Keamanan Diplomatik (Diplomatic Security Service) Departemen Luar Negeri AS dan dilatih langsung oleh instruktur dari CIA, FBI, dan U.S. Secret Service. [4] Kebanyakan staf pengajarnya adalah bekas anggota pasukan khusus AS. Informasi yang bersumber dari FEER pada tahun 2003 ini dibantah oleh Kepala Bidang Penerangan Umum (Kabidpenum) Divisi Humas Polri, Kombes Zainuri Lubis, dan Kapolri Jenderal Pol Da’i Bachtiar.[5] Sekalipun demikian, terdapat bantuan signifikan dari pemerintah Amerika Serikat dan Australia dalam pembentukan dan operasional Detasemen Khusus 88. Pasca-pembentukan, Densus 88 dilakukan pula kerja sama dengan beberapa negara lain seperti Inggris dan Jerman. Hal ini dilakukan sejalan dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pasal 43. Persenjataan Satuan pasukan khusus baru Polri ini dilengkapi dengan persenjataan dan kendaraan tempur buatan berbagai negara, seperti senapan serbu Colt M4, senapan serbu Steyr AUG (seperti gambar di atas), HK MP5, senapan penembak jitu Armalite AR-10, dan shotgun Remington 870. Bahkan dikabarkan satuan ini akan memiliki pesawat C-130 Hercules sendiri untuk meningkatkan mobilitasnya. Sekalipun demikian kelengkapan persenjataan dan peralatan Densus 88 masih jauh di bawah pasukan antiteror negara maju seperti SWAT Team di Kepolisian Amerika.[6] Operasi yang diketahui Detasemen 88 - Konvoi Tempur 9 November 2005 - Detasemen 88 Mabes Polri menyerbu kediaman buronan teroris Dr. Azahari di Kota Batu, Jawa Timur yang menyebabkan tewasnya buronan nomor satu di Indonesia dan Malaysia tersebut. 2 Januari 2007 - Detasemen 88 terlibat dalam operasi penangkapan 19 dari 29 orang warga Poso yang masuk dalam daftar pencarian orang di Kecamatan Poso Kota. Tembak-menembak antara polisi dan warga pada peristiwa tersebut menewaskan seorang polisi dan sembilan warga sipil.[7] 9 Juni 2007 - Yusron Mahmudi alias Abu Dujana, tersangka jaringan teroris kelompok Al Jamaah Al Islamiyah, ditangkap di desa Kebarongan, Kemranjen, Banyumas, Jateng 8 Agustus 2009 - Menggerebek sebuah rumah di Jati Asih, Bekasi dan menewaskan 2 tersangka teroris 7 - 8 Agustus 2009 - Mengepung dan akhirnya menewaskan tersangka teroris Ibrahim alias Baim di Desa Beji daerah Kedu, Temanggung.[8] 16 September 2009 - Menangkap dua tersangka teroris yakni Rahmat Puji Prabowo alias Bejo dan Supono alias Kedu di Pasar Gading, Solo, sekitar lima jam sebelum penangkapan di Kepuhsari, Mojosongo. 17 September 2009 - Pengepungan teroris di Kampung Kepuhsari Kelurahan Mojosongo Kecamatan Jebres Solo dan menewaskan 4 tersangka teroris di antaranya adalah Noordin Mohammed Top, Bagus Budi Pranowo alias Urwah, Hadi Susilo, Aryo Sudarso alias Aji dan isteri Hadi Susilo, Munawaroh, yang berada di dalam rumah akhirnya selamat tapi terkena tembakan di bagian kaki.